SEJARAH PAPUA
Papua adalah sebuah provinsi terluas Indonesia yang terletak di bagian
tengah Pulau Papua atau bagian paling timur Papua
Bagian Barat (dulu Irian Jaya). Belahan timurnya merupakan negara Papua Nugini. Provinsi Papua dulu
mencakup seluruh wilayah Papua Bagian barat, namun sejak tahun 2003 dibagi
menjadi dua provinsi dengan bagian timur tetap memakai nama Papua
sedangkan bagian baratnya memakai nama Papua Barat. Papua memiliki luas
808.105 km persegi dan merupakan pulau terbesar kedua di dunia dan
terbesar pertama di Indonesia
A.
Pendahuluan
Sejarah Papua tidak bisa dilepaskan dari masa lalu Indonesia. Papua
adalah sebuah pulau yang terletak di sebelah utara Australia dan
merupakan bagian dari wilayah timur Indonesia. Sebagian besar daratan Papua
masih berupa hutan belantara. Papua merupakan pulau terbesar kedua di dunia
setelah Greenland. Sekitar 47% wilayah pulau
Papua merupakan bagian dari Indonesia, yaitu yang dikenal sebagai Netherland
New Guinea, Irian Barat, West Irian, serta Irian Jaya, dan akhir-akhir ini
dikenal sebagai Papua. Sebagian lainnya dari wilayah pulau ini adalah wilayah
negara Papua New Guinea (Papua Nugini), yaitu bekas koloni Inggris. Populasi penduduk di
antara kedua negara sebetulnya memiliki kekerabatan etnis, tapi kemudian
dipisahkan oleh sebuah garis perbatasan.
Papua memiliki luas area sekitar 421.981 km2 dengan jumlah
populasi penduduk hanya sekitar 2,3 juta. Lebih dari 71% wilayah Papua
merupakan hamparan hutan
hujan tropis yang sulit ditembus karena terdiri atas lembah-lembah yang curam dan
pegunungan tinggi, dan sebagian dari pegunungan tersebut diliputi oleh salju.
Perbatasan antara Indonesia dengan Papua Nugini ditandai dengan 141 garis Bujur Timur yang memotong pulau Papua
dari utara ke selatan.
Seperti juga sebagian besar pulau-pulau di Pasifik Selatan lainnya, penduduk Papua
berasal dari daratan Asia yang bermigrasi dengan menggunakan kapal
laut. Migrasi itu dimulai sejak 30.000 hingga 50.000 tahun yang lalu, dan
mengakibatkan mereka berada di luar peradaban Indonesia yang modern, karena
mereka tidak mungkin untuk melakukan pelayaran ke pulau-pulau lainnya yang
lebih jauh.
Para penjelajah Eropa yang pertama kali datang ke Papua, menyebut
penduduk setempat sebagai orang Melanesia. Asal kata Melanesia berasal dari
kata Yunani, ‘Mela’ yang artinya
‘hitam’, karena kulit mereka berwarna gelap. Kemudian bangsa-bangsa di Asia
Tenggara dan juga bangsa Portugis yang berinteraksi secara
dekat dengan penduduk Papua, menyebut mereka sebagai orang Papua.
Papua sendiri menggambarkan sejarah masa lalu Indonesia, karena tercatat
bahwa selama abad ke-18 M, para penguasa dari kerajaan Sriwijaya, yang berpusat di wilayah
yang sekarang dikenal sebagai Palembang, Sumatera Selatan, mengirimkan persembahan
kepada kerajaan Tiongkok. Di dalam persembahan itu
terdapat beberapa ekor burung Cenderawasih, yang dipercaya sebagai
burung dari taman surga yang merupakan hewan asli dari Papua, yang pada waktu
itu dikenal sebagai ‘Janggi’.
Dalam catatan yang tertulis di dalam kitab Nagarakretagama, Papua juga termasuk
kedalam wilayah kerajaan Majapahit (1293-1520). Selain
tertulis dalam kitab yang merupakan himpunan sejarah yang dibuat oleh
pemerintahan Kerajaan Majapahit tersebut, masuknya Papua kedalam wilayah
kekuasaan Majapahit juga tercantum di dalam kitab Prapanca yang disusun pada
tahun 1365.
Walaupun terdapat kontroversi seputar catatan sejarah tersebut, hal itu
menegaskan bahwa Papua adalah sebagai bagian yang tidak terlepas dari jaringan
kerajaan-kerajaan di Asia Tenggara yang berada di bawah kontrol kekuasaan
kerajaan Majapahit.
Selama berabad-abad dalam paruh pertama milenium kedua, telah terjalin
hubungan yang intensif antara Papua dengan pulau-pulau lainnya di Indonesia,
yang hubungan tersebut bukan hanya sekadar kontak perdagangan yang bersifat
sporadis antara penduduk Papua dengan orang-orang yang berasal dari pulau-pulau
terdekat.
Selama kurun waktu tersebut, orang-orang dari pulau terdekat yang kemudian
datang dan menjadi bagian dari Indonesia yang modern, menyatukan berbagai
keragaman yang terserak di dalam kawasan Papua. Hal ini tentunya membutuhkan
interaksi yang cukup intens dan waktu yang tidak sebentar agar para penduduk di
Papua bisa belajar bahasa Melayu sebagai bahasa pengantar,
apalagi mengingat keanekaragaman bahasa yang mereka miliki. Pada tahun 1963,
dari sekitar 700.000 populasi penduduk yang ada, 500.000 di antara mereka
berbicara dalam 200 macam bahasa yang berbeda dan tidak dipahami antara satu
dengan yang lainnya.
Beragamnya bahasa di antara sedikitnya populasi penduduk tersebut
diakibatkan oleh terbentuknya kelompok-kelompok yang diisolasi oleh perbedaan antara
yang satu dengan yang lainnya selama berabad-abad karena kepadatan hutan dan
juga jurang yang curam yang sulit untuk dilalui yang memisahkan mereka. Oleh
karena itu, sekarang ini ada 234 bahasa pengantar di Papua, dua dari bahasa
kedua tanpa pembicara asli. Banyak dari bahasa ini
hanya digunakan oleh 50 penutur atau kurang. Beberapa golongan kecil sudah
punah, seperti Tandia, yang hanya digunakan oleh dua pembicara dan Mapia yang
hanya digunakan oleh satu pembicara.
Sekarang ini bahasa pengantar yang digunakan adalah bahasa Indonesia, yang menjadi bahasa
pengantar yang diajarkan di sekolah-sekolah dan merupakan bahasa di dalam
melakukan berbagai transaksi. Bahasa Indonesia sendiri berasal dari bahasa
melayu, versi pasar.
B.
Asal Usul Nama Papua
Perkembangan asal usul nama
pulau Papua memiliki perjalanan yang panjang seiring dengan sejarah interaksi antara
bangsa-bangsa asing dengan masyarakat Papua, termasuk pula dengan bahasa-bahasa
lokal dalam memaknai nama Papua.
Provinsi Papua dulu
mencakup seluruh wilayah Papua
bagian barat. Pada masa pemerintahan kolonial Hindia Belanda, wilayah ini dikenal
sebagai Nugini Belanda (Nederlands
Nieuw-Guinea atau Dutch New
Guinea). Setelah berada bergabung dengan Negara Kesatuan Republik
Indonesia, wilayah ini dikenal sebagai Provinsi Irian Barat sejak tahun 1969 hingga 1973. Namanya kemudian diganti
menjadi Irian Jaya oleh Soeharto pada saat meresmikan
tambang tembaga dan emas Freeport, nama yang tetap digunakan
secara resmi hingga tahun 2002.
UU No. 21 Tahun 2001
tentang Otonomi
Khusus Papua mengamanatkan nama provinsi ini untuk diganti menjadi Papua. Pada tahun
2003, disertai oleh berbagai protes (penggabungan Papua Tengah dan Papua
Timur), Papua dibagi menjadi dua provinsi oleh pemerintah Indonesia; bagian
timur tetap memakai nama Papua
sedangkan bagian baratnya menjadi Provinsi Irian Jaya Barat (setahun kemudian menjadi Papua Barat). Bagian timur inilah yang
menjadi wilayah Provinsi Papua pada saat ini.
Nama Papua Barat (West Papua) masih sering digunakan
oleh Organisasi
Papua Merdeka (OPM), suatu gerakan separatis yang ingin memisahkan diri dari Indonesia
dan membentuk negara sendiri.
C.
Senjata tradisional
Salah satu senjata tradisional di Papua adalah Pisau Belati. Senjata ini terbuat dari tulang kaki burung kasuari dan bulunya menghiasi hulu Belati tersebut. senjata utama penduduk asli Papua lainnya adalah Busur dan
Panah. Busur tersebut dari bambu atau kayu, sedangkan tali Busur terbuat dari
rotan. Anak panahnya terbuat dari bambu, kayu atau tulang kangguru. Busur dan
panah dipakai untuk berburu atau berperang
D. Makanan Khas
1.
Papeda
![Description: Papeda Makanan Khas Papua, Papua Barat dan Maluku](file:///C:/Users/DOEL/AppData/Local/Temp/msohtmlclip1/01/clip_image003.jpg)
Papeda adalah makanan khas
wilayah timur, termasuk Papua Barat. Makanan ini terbuat bahan dasar berupa
sagu. Papeda diolah sehingga menyerupai bubur, berwarna putih dan bertekstur
lengkat hingga menyerupai lem. Rasa asli dari papeda adalah hambar. Papua
bianya dimakan dengan ikan seperti tongkol atau mubara yang dimasak dengan
kunyit sehingga kadang kuahnya berwarna kuning. Cara makan papeda sama seperi
makan nasi dan lauk-pauk pada umumnya.
2.
Martabak Sagu
![Description: martabak sagu makanan khas fakfak](file:///C:/Users/DOEL/AppData/Local/Temp/msohtmlclip1/01/clip_image005.jpg)
Martabak ini terbuat
dari sagu yang dihaluskan kemudian digoreng dan diberi gula merah. Martabak
yang berasa dari Kabupaten Fakfak ini berbeda dengan martabak yang biasa kita
temui di daerah lain seperti martabak manis atau martabak telor. Hal yang
paling membedakan adalah bahan pokoknya, sagu. Rasa makanan khas ini cukup enak
dan manis juga tidak kalah dengan martabak jenis martabak yang sudah umum kita
makan. Tertarik untuk mencoba?, siapkan budget dan langsung cabut
ke Fakfak. Sepertinya martabak sagu jika ditemani oleh makanan khas Bali akan semakin nikmat ya, hehe.
3.
Sate Ulat Sagu
![Description: Sate Ulat Sagu Papua](file:///C:/Users/DOEL/AppData/Local/Temp/msohtmlclip1/01/clip_image007.jpg)
Salah satu makanan khas
Papua Barat lainnya adalah Sate Ulat Sagu. Jenis makanan ini bagi kita
mungkin akan membuat mual bahkan muntah. Ulat Sagu ini didapatkan dari batang
pohon sagu yang sudah tua. Masyrakat asli papua yang telah terbiasa hidup di
alamseringkali mwngkonsumsi ulat sagu diolah terlebih dahulu. Namun
sekarang ulat sagu ini sudah diolah dengan cara dibakar hingga hampir
mirip dengan sate. Lebih tepatnya sate ulat sagu ini adalah makanan khas Raja
Ampat.
![Description: Ikan Bakar Manokwari](file:///C:/Users/DOEL/AppData/Local/Temp/msohtmlclip1/01/clip_image009.jpg)
Sesuai namanya, makanan
khas ini berasal dari wilayah Manokwari, Papua Barat. Manokwari sendiri
merupakan Ibukota Provinsi Papua Barat. Jenis ikan yang biasa digunakan untuk
dibakar adalah ikan tongkol. Teman-teman yang ke Manokwari sangat
direkomendasikan untuk menikmati hidangan pedas ini. Sambal yang digunakan
dijamin berbeda dengan sambal yang pernah teman-teman makan selama ini.
5.
Ikan Bungkus
![Description: Ikan Bungkus Khas Papua](file:///C:/Users/DOEL/AppData/Local/Temp/msohtmlclip1/01/clip_image011.jpg)
Sekilas bentuknya memang
mirip dengan ikan pepes dan menggunakan resep yang hampir sama. Yang
membedakan adalah bahan dasarnya keduanya. Bahan dasar yang digunakan
dalam pembuatan ikan bungkus adalah jenis ikan laut. Selain itu pembuatan
ikan bungkus memerlukan bumbu yang lebih beragam dan sedikit tambahan daun
salam untuk pembungkusan. Jika dimakan dengan nasi, dijamin bikin lahap
teman-teman.
6.
Udang Selingkuh
Udang ini disebut udang
selingkuh karena udang ini berbentuk udang namun memiliki tangan atau
capit seperti kepiting. Iya, udangnya dianggap berselingkuh dengan
kepiting, hehe. Udang ini sangat populer di wilayah Wamena, Papua Barat.
Penyajian udang ini bisa dengan digoreng, dibakar atau direbus. Jika suatu
waktu melakukan traveling ke Papua Barat, sempatkan ke Wamena untuk “membantai”
udang yang suka selingkuh ini, hehe
![](file:///C:/Users/DOEL/AppData/Local/Temp/msohtmlclip1/01/clip_image013.jpg)
7. Sagu Lempeng
Salah satu
warisan dari camilan khas Indonesia timur yang tak kalah enaknya adalah sagu
lempeng. Tidak hanya di Papua saja, di Maluku sagu lempeng kini sudah
tersebar di beberapa warung angkringan sudut-sudut kota. Biasanya sagu lempeng
disajikan sebagai cemilan pelengkap saat bersantai ditengah-tengah minuman kopi
atau teh yang telah dihidangkan. Agar tampilannya semakin menarik, sagu lempeng
yang biasanya berwarna kecoklatan sekarang dimodifikasi dengan menggunakan
bahan pewarna alami yang tentunya tidak berbahaya bagi tubuh.
E. Alat Musik
Tifa
Tifa merupakan alat musik khas Indonesia bagian Timur, khususnya Maluku dan Papua. Alat musik ini bentuknya menyerupai kendang dan terbuat dari kayu yang di lubangi tengahnya.
Tifa mirip dengan alat musik gendang yang dimainkan
dengan cara dipukul. Alat musik ini terbuat dari sebatang kayu yang dikosongi
atau dihilangi isinya dan pada salah satu sisi ujungnya ditutupi, dan biasanya
penutupnya digunakan kulit rusa yang telah dikeringkan untuk menghasilkan suara
yang bagus dan indah. Bentuknyapun biasanya dibuat dengan ukiran. Setiap suku
di Maluku dan Papua memiliki tifa dengan ciri khas nya masing-masing.
Tifa biasanya digunakan untuk mengiringi tarian perang
dan beberapa tarian daerah lainnya seperti tari Lenso dari Maluku yang diiringi juga dengan alat musik totobuang,
tarian tradisional suku Asmat dan tari Gatsi.
Alat musik tifa dari Maluku memiliki nama lain, seperti
tahito atau tihal yang digunakan di wilayah-wilayah Maluku Tengah. Sedangkan,
di pulau Aru, tifa memiliki nama lain yaitu titir. Jenisnya ada yang berbentuk
seperti drum dengan tongkat seperti yang digunakan di Masjid . Badan
kerangkanya terbuat dari kayu dilapisi rotan sebagai pengikatnya dan bentuknya
berbeda-beda berdasarkan daerah asalnya.
F. Pakaian Adat
Papua
Secara
umum, masyarakat Papua hidup di daerah-daerah yang terisolir. Mereka menyebar
di dalam penjuru hutan membentuk komunitas adat secara terpisah. Karena hal ini
berlangsung sejak zaman dahulu, perkembangan modernisasi sangat lambat di
Papua. Hal ini berimplikasi pada pemenuhan kebutuhan hidup mereka yang serba
mengandalkan alam, termasuk dalam pemenuhan kebutuhan sandang.
Dalam
pemenuhan kebutuhan akan sandang, hubungan erat masyarakat Papua dan alam dapat
dilihat dari pakaian adat tradisional yang mereka kenakan. Pakaian adat Papua
dan aksesorisnya secara keseluruhan terbuat dari 100% bahan alami dengan cara
pembuatan yang sangat sederhana
1.
Koteka
Koteka adalah sebuah
penutup kemaluan sekaligus pakaian adat laki-laki Papua. Pakaian ini berbentuk
selongsong yang mengerucut ke bagian depannya. Koteka dibuat dari bahan buah
labu air tua yang dikeringkan dan bagian dalamnya (biji dan daging buah)
dibuang. Labu air yang tua dipilih karena cenderung lebih keras dan lebih awet
dibanding labu air muda, sementara pengeringan dilakukan agar koteka tidak
cepat membusuk.
Beberapa suku menyebut
koteka dengan nama hilon, harim, atau bobbe.
Koteka digunakan sebagai
pakaian sehari-hari maupun sebagai pakaian saat melakukan upacara adat dengan
cara diikat ke pinggang menggunakan seutas tali sehingga ujung koteka mengacung
ke atas. Khusus untuk yang dikenakan saat acara adat, koteka yang digunakan biasanya
berukuran panjang serta dilengkapi dengan ukiran-ukiran etnik. Sementara untuk
yang dikenakan saat bekerja dan aktivitas sehari-hari koteka yang digunakan
biasanya lebih pendek.
Di antara jenis pakaian
adat Papua lainnya, koteka menjadi yang paling populer, bahkan bagi masyarakat
dunia. Turis-turis yang datang ke Papua biasanya akan membeli koteka dan
menjadikannya sebagai cendera mata khas Papua
2.
Rok
Rumbai
Jika para pria mengenakan
koteka, maka para wanita Papua akan mengenakan rok rumbai. Rok rumbai adalah
pakaian adat Papua berupa rok yang terbuat dari susunan daun sagu kering yang
digunakan untuk menutupi tubuh bagian bawah.
Dalam beberapa kesempatan,
selain dikenakan wanita, rok rumbai juga bisa dikenakan para pria. Rok rumbai
umumnya akan dilengkapi dengan hiasan kepala dari bahan ijuk, bulu burung
kasuari, atau anyaman daun sagu. Pakaian Adat Papua Baik saat menggunakan
koteka maupun rok rumbai, orang Papua pada umumnya tidak akan menggunakan baju
atasan seperti orang-orang suku lain yang menggunakan pakaian adatnya. Orang
papua hanya akan menyamarkan tubuh bagian atasnya menggunakan lukisan-lukisan
atau tatto yang dibuat dari tinta alami. Motif tatonya sendiri sangat beragam.
Namun umunya tidak jauh dari bentuk flora dan fauna khas Papua.
![](file:///C:/Users/DOEL/AppData/Local/Temp/msohtmlclip1/01/clip_image019.png)
![](file:///C:/Users/DOEL/AppData/Local/Temp/msohtmlclip1/01/clip_image021.jpg)
![](file:///C:/Users/DOEL/AppData/Local/Temp/msohtmlclip1/01/clip_image023.png)
Perlengkapan pakaian adat
papua
Pelengkap pakaian adat
Papua tersebut misalnya
·
manik-manik
dari kerang
·
taring
babi yang dilekatkan di antara lubang hidung
·
gigi
anjing yang dikalungkan di leher
·
tas
noken (tas dari anyaman kulit kayu untuk wadah umbi-umbian atau sayuran yang
dikenakan di kepala)
serta senjata tradisonal
adat Papua yaitu
·
tombak
·
panah
·
sumpit.
G.
Objek
Wisata
1. Taman
Nasional Teluk Cenderawasih
Taman
Nasional Teluk Cenderawasih
Taman
nasional dengan luas 1.453.500 hektar ini hampir 90% berupa perairan. Tak
mengherankan jika Taman Nasioanal Teluk Cenderawasih menjadi kawasan konservasi
laut terbesar dan terluas di Indonesia. Di sini, terdapat 196 jenis moluska dan
209 jenis ikan yang bisa Anda saksikan di alam bawah lautnya. Tak jarang
kura-kura, penyu, hiu dan lumba-lumba juga ikut menemani Anda saat menyelam.
Taman
Nasional Teluk Cenderawasih diresmikan pada tahun 1993 oleh Kementerian
Kehutanan. Selain menikmati alam bawah lautnya, Anda juga bisa menjelajahi
pulau-pulaunya. Pulau Mioswaar, salah satu pulau di tempat wisata di Papua ini,
memiliki gua dengan sumber air panas dengan kandungan belerang yang layak Anda
kunjungi. Selain Pulau Mioswaar, masih ada Pulau Yoop, Pulau Numfor, Pulau
Nusrowi dan pulau-pulau lainnya yang tak boleh Anda lewatkan.
Tempat
wisata ini secara administratif berada di dua kabupaten yaitu Wondama dan
Nabire. Taman nasional ini juga menjadi pusat penelitian hiu paus atau whale
shark yang dilakukan oleh pemerintah bekerjasama dengan LSM dalam dan luar
negeri.
2. Raja
Ampat
Raja
Ampat
Siapa
tak mengenal Raja Ampat? Salah satu tempat wisata di Papua ini keindahannya
menarik perhatian wisatawan domestik dan mancanegara. Kawasan Raja Ampat ini
terdiri dari empat pulau besar yaitu Waigeo, Misool, Salawati, Batanta dan
pulau-pulau kecil di sekitarnya.
Raja
Ampat memiliki biota laut yang beragam. Menurut laporan dari The Nature
Conservancy, sebanyak 75% spesies laut dunia ditemukan di perairan Raja Ampat.
Selama menyelam, Anda akan ditemani sekitar 1.511 jenis ikan dan juga penyu
laut. Mengasyikan, ya? Meskipun Anda bebas menyelam kapan saja sepanjang tahun
di sini, namun waktu terbaiknya adalah pada bulan Oktober dan November. Pada
bulan-bulan ini, cuaca sedang bagus dan air sangat jernih sehingga jarak
pandang saat menyelam sangat ideal.
Jika
tak ingin menyelam, Anda masih bisa menikmati keindahan Raja Ampat dengan
melakukan trekking di pulau-pulaunya. Takut tersesat? Tenang. Anda bisa
menggunakan jasa pemandu di sini. Pemandu di tempat wisata ini adalah warga
setempat yang sehari-harinya berprofesi sebagai nelayan. Jangan lupa membawa
buah pinang atau permen untuk diberikan pada warga setempat. Buah pinang dan
permen dianggap sebagai tanda persahabatan dan akan membuat Anda lebih akrab
dengan mereka.
Di
sini, ada banyak suvenir yang bisa Anda beli sebagai oleh-oleh mulai dari
patung suku Asmat sampai alat musik dan kain tradisional.
3. Danau
Sentani
Danau
Sentani
Danau
dengan luas 9.360 hektar ini merupakan danau terbesar di Papua. Terletak
sekitar 50 km dari pusat kota Jayapura, Danau Sentani menawarkan keindahan luar
biasa. Sedikitnya ada 21 pulau yang menghiasi danau dengan ketinggian 75 meter
di atas permukaan laut ini.
Ada
banyak kegiatan yang bisa Anda lakukan di sini mulai dari berenang, memancing,
menyantap kuliner di sekitar danau sampai menyewa perahu untuk berkeliling
danau. Selain itu, ada 24 desa di sekitar tempat wisata ini yang bisa Anda kunjungi dan berinteraksi langsung dengan
warganya. Pemandangan deretan rumah panggung dengan jaring ikan menjadi hal
yang wajar Anda saksikan di sini.
Yang
menarik adalah adanya acara tahunan yaitu Festival Danau Sentani yang biasa
diselenggarakan pada pertengahan bulan Juni. Saat festival berlangsung, tempat
wisata di Papua ini akan penuh disesaki wisatawan yang ingin menyaksikan
berbagai pertunjukan seni dan budaya setempat.
Selain menikmati pertunjukan selama festival, Anda juga bisa memuaskan lidah
dan perut dengan kuliner khas Papua yang banyak disajikan di sini.
4. Danau
Paniai
Danau
Paniai
Danau
Paniai tak kalah menarik dari Danau Sentani. Danau ini bahkan
disebut sebagai danau terindah pada Konferensi Danau Se-Dunia di India pada
tanggal 30 November 2007 yang diikuti 157 negara. Danau ini berada di
ketinggian 1.700 meter di atas permukaan laut dengan luas 14.500 hektar. Saat
senja, pemandangan di tempat wisata ini sangat cantik. Anda bisa melihat siluet
tebing-tebing, burung-burung berterbangan di atas danau ditambah perahu nelayan
setempat yang mulai merapat pulang.
Di
sini, Anda bisa memancing bersama perempuan-perempuan suku Mee dan Moni yang
biasa dipanggil ‘mama’. Danau Paniai merupakan salah satu penghasil ikan air
tawar terbesar di Papua, banyak ikan yang Anda temukan di sini seperti ikan
mas, ikan nila dan ikan mujair.
Fasilitas
yang disediakan di tempat wisata di Papua ini cukup lengkap mulai dari pos
jaga, pemandu, sewa perahu dan alat pancing, sampai warung makan di sekitar
danau. Jika ingin menikmati keindahan Danau Paniai lebih lama, Anda bisa
menginap di rumah warga.
5. Lembah
Baliem
Lembah
Baliem
Lembah
Baliem merupakan tempat tinggal suku Dani, Yali dan Lani yang terletak di
sekitar Pegunungan Jayawijaya. Berada di ketinggian 1.600 meter di atas laut membuat
suhu di tempat ini bisa mencapai 10-15 derajat Celcius pada malam hari. Di
sini, Anda bisa melihat dan berinteraksi langsung dengan suku asli yang masih
memakai koteka bagi pria dan rok rumbai bagi perempuannya.
Pantai Mansinam
![Description: http://images.solopos.com/2014/08/divebuddy-com-370x277.jpg](file:///C:/Users/DOEL/AppData/Local/Temp/msohtmlclip1/01/clip_image030.jpg)
Pantai Mansinam
terletak di pulau mansinam yang berada di teluk doreri (dikenal juga dengan
nama teluk dorey atau teluk doreh), di selatan kabupaten Manokwari, provinsi
Papua Barat. Pantai ini memiliki pasir putih bersih yang berpadu dengan air
jernih kebiruan yang sangat indah. Pulau ini memiliki luas 140,97 hektare, di
sekitar pulau ini Sobat dapat menikmati berbagai kegiatan wisata alam, seperti
berenang, berjemur dan bersantai, serta snorkeling. Perairan pantai
mansinam yang terletak di teluk Dorei memiliki hamparan terumbu karang yang
sangat indah dan bersih dari polusi. Selain di pantai mansinam, penyelaman juga
dapat di lakukan di pantai – pantai lain yang terletak di pulau – pulau kecil
sekitar pulau mansinam. Sobat dapat menjumpai berbagai ikan kecil dan terumbu
karang berwarna – warni, yang tidak takut dengan wisatawan yang melakukan
snorkeling. Pulau mansinam merupakan pulau yang bersejarah bagi rakyat Papua.
Karena merupakan pintu masuk peradaban dunia modern.
Puncak Jayawijaya (Carstensz Pyramid)
Puncak Jayawijaya
merupakan salah satu tujuan wisata di Papua yang masuk dalam 7 puncak
incaran para pendaki gunung dari berbagai belahan dunia adalah Puncak
Jayawijaya. Salah satu tempat wisata alam yang letaknya di Taman Nasional
Laurentz ini mempunyai panorama yang sangat indah dan puncaknya selalu tertutup
oleh salju. Di puncak gunung tertinggi di Indonesia ini, salju terhampar begitu
luas. Ketinggiannya yang mencapai 4.884 dapl membuat salju abadi pun menutupi
puncak gunung di Papua ini. Salju di puncak Jayawijaya merupakan salah satu
fenomena alam yang unik, karena es alami biasanya tidak turun di sepanjang
khatulistiwa. Jika dilihat dari udara, Puncak Jayawijaya bagaikan permadani
yang diselimuti tudung putih. Jika matahari sedang cerah, maka hamparan salju
tersebut akan akan memantulkan cahaya matahari yang menyilaukan namun tetap
mengagumkan.
Komentar
Posting Komentar